"Seragam merah putih yang pernah kutangisi..." Tahun 2002 adalah tahun pertama kakak perempuanku, Wulandari memakai seragam merah putih. Usianya genap 6 tahun kala itu. Sebagai saudara sekaligus teman bermainnya aku merasa ada sesuatu yang salah. "Ini begitu tidak adil bagiku, mengapa aku tidak sekolah sepertinya" gumamku dalam hati.
Ketika ia memakai seragam merah putih untuk pertamakalinya, saat itu juga aku menangis sejadi-jadinya untuk dipakaikan seragam sekolah yang sama denganya. Namun Ibu menolak, ia berdalih bahwa aku belum cukup umur untuk bersekolah.
Harus menunggu 1 tahun lagi untuk mengenakan seragam merah putih laksana kaum intelektual yang bercita tinggi.
Penantianku usai, Ibu menepati janjinya. Ditahun 2003 aku didaftarkan di SDN 221 Palembang. Aku harus mengikuti serangkaian tes membaca,menulis dan berhitung dikarenakan usiaku belum genap 6 tahun.
Ada 14 anak yang mengikuti tes, 4 diantaranya dinyatakan lulus termasuk diriku.
Aku sangat senang, Ibupun tersenyum bangga.
Hari pertama di sekolah begitu menyenangkan. Ramai dan juga penuh dinamika. Kebanyakan anak dikelasku menangis minta pulang, sedangkan aku begitu antusias menerima pelajaran. Aku sangat aktif sehingga terpilih menjadi ketua kelas. Terlebih kala itu, tubuhku sangat pas jika dijadikan seorang pemimpin. Sejak itu, aku diminta duduk di barisan paling belakang untuk mengawasi temanteman yang lain.
Aku mempunyai banyak teman ketika SD, hal itu mungkin dikarenakan aku sering menjadi juara kelas sekaligus perangkat kelas. Terlebih lagi, sifatku yang easy going dan sangat hangat dalam bersahabat membuat temanteman nyaman berada di dekatku.
Ketika SD, aku cukup berprestasi di bidang akademik. Akupun begitu mencintai puisi. Bagiku, puisi adalah kata kata indah yang menyejukkan hati meski dibalik puisi ada sebuah makna yang multi definisi. Beberapa kali, aku berhasil menjuarai lomba membaca puisi di sekolah. Kata guruku, intonasi pembacaan puisiku membuat orang terhipnotis didalamnya. Yap, aku begitu menghayati.
Namun, lambat laun bakat puisiku hilang. Aku berhenti menulis dan berhenti membaca puisi.
Tahun terakhir di Sekolah Dasar, 2009..
Ketika Ujian Nasional mulai menjadi PR yang harus dituntaskan. Akupun mulai fokus belajar. Seperti orang yang haus ilmu, aku selesaikan seluruh pelajaran dengan baik.
Bahkan sebelum resmi lulus SD, aku telah berhasil mengikuti tes di Sebuah SMP Favorit dikotaku, SMP Negeri 9 Palembang.
Disanalah aku mulai merajut asa, cita dan cinta..
Ketika ia memakai seragam merah putih untuk pertamakalinya, saat itu juga aku menangis sejadi-jadinya untuk dipakaikan seragam sekolah yang sama denganya. Namun Ibu menolak, ia berdalih bahwa aku belum cukup umur untuk bersekolah.
Harus menunggu 1 tahun lagi untuk mengenakan seragam merah putih laksana kaum intelektual yang bercita tinggi.
Penantianku usai, Ibu menepati janjinya. Ditahun 2003 aku didaftarkan di SDN 221 Palembang. Aku harus mengikuti serangkaian tes membaca,menulis dan berhitung dikarenakan usiaku belum genap 6 tahun.
Ada 14 anak yang mengikuti tes, 4 diantaranya dinyatakan lulus termasuk diriku.
Aku sangat senang, Ibupun tersenyum bangga.
Hari pertama di sekolah begitu menyenangkan. Ramai dan juga penuh dinamika. Kebanyakan anak dikelasku menangis minta pulang, sedangkan aku begitu antusias menerima pelajaran. Aku sangat aktif sehingga terpilih menjadi ketua kelas. Terlebih kala itu, tubuhku sangat pas jika dijadikan seorang pemimpin. Sejak itu, aku diminta duduk di barisan paling belakang untuk mengawasi temanteman yang lain.
Aku mempunyai banyak teman ketika SD, hal itu mungkin dikarenakan aku sering menjadi juara kelas sekaligus perangkat kelas. Terlebih lagi, sifatku yang easy going dan sangat hangat dalam bersahabat membuat temanteman nyaman berada di dekatku.
Ketika SD, aku cukup berprestasi di bidang akademik. Akupun begitu mencintai puisi. Bagiku, puisi adalah kata kata indah yang menyejukkan hati meski dibalik puisi ada sebuah makna yang multi definisi. Beberapa kali, aku berhasil menjuarai lomba membaca puisi di sekolah. Kata guruku, intonasi pembacaan puisiku membuat orang terhipnotis didalamnya. Yap, aku begitu menghayati.
Namun, lambat laun bakat puisiku hilang. Aku berhenti menulis dan berhenti membaca puisi.
Tahun terakhir di Sekolah Dasar, 2009..
Ketika Ujian Nasional mulai menjadi PR yang harus dituntaskan. Akupun mulai fokus belajar. Seperti orang yang haus ilmu, aku selesaikan seluruh pelajaran dengan baik.
Bahkan sebelum resmi lulus SD, aku telah berhasil mengikuti tes di Sebuah SMP Favorit dikotaku, SMP Negeri 9 Palembang.
Disanalah aku mulai merajut asa, cita dan cinta..
Komentar