Setelah berhasil melalui ujian kehidupan sepanjang akhir tahun 2017 hingga pertengahan tahun 2018, Akupun kembali mengurus semua urusanku sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Akupun kembali mendaftarkan diri sebagai Mahasiswi aktif semester 7 di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. Saat melakukan pendaftaran ulang, aku hanya bisa mengambil mata kuliah PLKH (Pendidikan Latihan Kemahiran Hukum) yang terdiri dari 10 sks. Hal ini dikarenakan pada semester 6, aku telah mengambil matakuliah dengan bobot sebanyak 136 sks. Berdasarkan ketentuan kurikulum Fakultas, setiap mahasiswa harus memenuhi syarat studi 152 sks untuk lulus, sementara diriku sudah melampaui bahkan lebih 2 sks apabila 136 sks+ 10 sks PLKH + 4 sks KKL + 4 sks Srkripsi, maka totalnya menjadi 154 sks.
Pada semester 7, rutinitasku lebih teratur dan tidak semua kesempatan kuambil saat itu. Aku belajar menjalani hidup dengan lebih hati-hati. Selain PLKH, akupun menyempatkan diri untuk mengikuti kelas TOEFL Preparation di LIA English Course Palembang. Saat itu, semua hal yang aku lakukan menjadi lebih terukur dan jelas outputnya. Misal, mengikuti kursus bahasa inggris untuk meningkatkan kemampuan bahasaku dan agar aku bisa lulus SULIET dengan satu kali test saja. SULIET adalah salah satu syarat wajib bagi seluruh mahasiswa UNSRI untuk mendaftar wisuda. Selain itu, Aku juga kembali aktif di beberapa komunitas dan sesekali menjadi keynote speaker dalam sebuah agenda diskusi ataupun training. Selebihnya lebih banyak kufokuskan untuk melakukan pemberkasan PLKH.
Selain ujian kehidupan, fase PLKH di semester 7 juga hampir sama beratnya. Hanya saja Allah memberikan ujiannya dalam kemasan yang berbeda. Jika sebelumnya aku diuji dengan kondisi kesehatanku, maka ketika PLKH Allah sungguh menguji kesabaranku dan menagih janjiku. Seperti yang pernah kuceritakan sebelumnya, keadaan sakit membuatku lebih sering berinteraksi dengan Allah SWT dan dalam ibadahku selalu kuikrarkan janji bahwa “Jika aku diberikan kesempatan untuk sehat seperti sedia kala tanpa cacat dan kekurangan apapun, maka aku berjanji akan membantu siapapun dengan kemampuan yang kumiliki, aku akan berusaha sebaik mungkin menjadi manusia yang bermanfaat bagi manusia lain”.
Di hari Pembukaan PLKH, aku terpilih menjadi ketua kelas, bukan karena aku layak memimpin, hanya saja karena teman-temanku mempercayaiku. Aku maju sebagai calon tunggal dan mendapatkan suara penuh saat itu. Jujur, aku tidak pernah merasa lebih baik dari siapapun, aku justru merasa punya tanggungjawab yang lebih berat dibandingkan siapapun dikelas itu. Dan benar, tanggungjawab yang berat itu menghiasi semester-7 ku. Aku benar-benar mendapatkan pelajaran berharga dari prosesnya, aku belajar lebih banyak daripada siapapun. Kala itu, Aku berusaha maju tanpa menyingkirkan siapapun dan aku berusaha menjadi baik tanpa menjelekkan siapapun. Di akhir ujian PLKH, aku melupakan semua yang tidak berkenan dan hanya membawa kisah-kisah baiknya saja, mengambil hikmah dari setiap pelajarannya dan tentunya menjadi lebih selektif setelah itu.
Setelah PLKH usai, ada 2 poin yang menjadi parameter keberhasilannya, yang pertama adalah nilai semua mahasiswa di kelas, baik yang rajin maupun tidak adalah A dan B, dan yang kedua adalah tidak ada permusuhan setelah itu. Dua poin itu sudah lebih dari cukup untukku melanjutkan langkah pada fase berikutnya.
Setelah semester 7 berakhir, aku dan beberapa temanku melakukan pengajuan judul skripsi. Di akhir tahun 2018, Judul skripsiku sudah di acc dan agenda liburan kumanfaatkan sebaik mungkin untuk mencari literatur dan referensi bacaan terkait judul skripsiku.
Diawal tahun 2019, seperti biasanya, aku melakukan pendaftaraan ulang sebagai mahasiswi semester 8, mengambil matakuliah KKL dan SKRIPSI yang totalnya adalah 8 SKS. Bagiku, tahun 2019 adalah sebuah bab baru dengan tema Perjuangan Raih Gelar Sarjana versiku. Semuanya dimulai dari tahun ini.
Tahun 2019, tahun yang cukup bewarna dan berkesan dalam hidupku. Ada banyak hal yang kulakukan di tahun ini. Selain menuntaskan beberapa amanah kampus, akupun berhasil menuntaskan amanah dari orangtuaku. Beginilah ceritanya..
Sebelum mengerjakan skripsi, aku membiasakan diri untuk membuat “list to do” di sebuah catatan pribadiku. Disana aku menuliskan beberapa target umum dan target khusus. Aku bahkan menuliskan detail tentang bagaimana aku bisa mencapai target-targetku tersebut.
Setelah judul skripsi diacc oleh Kajur HTN, Aku diminta untuk memilih dosen pembimbing skripsi. Saat itu, dosen pembimbing 1 yang kuharapkan sedang dalam keadaan hamil dan dalam waktu dekat beliau akan mengambil cuti melahirkan. Namun, karena judul skripsiku cukup berat dan aku sangat membutuhkan saran serta masukan dari dosen yang sangat qualified dan memang benar-benar memahami judul skripsiku, maka aku bersikuku untuk mempertahankan pengajuanku ke akademik fakultas. Untuk pembimbing 2, aku memilih dosen muda yang saat itu merupakan sekretaris jurusan HTN. Kedua pembimbingku adalah wanita yang sangat luar biasa dengan kelebihannya masing-masing.
Dalam proses bimbingan, aku bersama kedua temanku selalu berusaha untuk membantu satu sama lain dan secara tersirat kami seolah berikrar akan menyelesaikan prosesnya bersama, termasuk wisuda bersama.
Berbeda dengan teman-temanku, aku harus menanggung konsekuensi dari keputusanku yang memilih seorang dosen pembimbing yang sedang mengambil masa cuti hamilnya. Dan sejujurnya aku adalah mahasiswa terakhir yang ia acc untuk menjadi mahasiswa bimbingannya. Sebenarnya ada banyak dosen lain yang bersedia menjadi pembimbing skripsiku kala itu, hanya saja dari semester 5, Aku sangat ingin dibimbing olehnya. Selain karena kecerdasannya, aku sangat menyukai gayanya dalam mengajar.
Konsekuensi yang harus kuterima adalah bimbingan melalui email. Dan karena hal itu, aku sedikit gelabakan dalam mengurusi administrasi pendaftaran ujian seminar proposal (sempro), bahkan harus mengajukan kelonggaran pendaftaran karena kartu konsultasiku belum ditanda-tangani, hal itu dikarenakan aku tidak bisa bertemu langsung dengan dosenku. Dosenku juga terpaksa harus menitipkan berkasku pada kakak tingkatku yang ternyata tidak amanah.
H-1 pendaftaran, berkas semproku juga belum ditanganku. Aku mencoba menghubungi dosenku untuk menanyakan kabar berkasku, hanya saja beliau bilang bahwa berkasnya sudah dititipkan pada mahasiswa lain. Dengan sedikit panik, Aku pun mencari berkas tersebut. Dan sayangnya kating yang bersangkutan tidak ada di kampus. Dan parahnya, Iapun tidak mencariku untuk menyerahkan berkasku. Dengan terpaksa aku pun menscan tandatangan dosen pembimbing 1 setelah meminta izin kepada kajur karena hari itu adalah hari terakhir pendaftaran Sempro.
Seminggu kemudian, tepatnya H-1 sebelum ujian seminar proposalku, katingku itu membalas chatku dan akhirnya akupun mengambil berkas tersebut ke kostannya. Namun, kondisi berkasnya sudah tidak layak untuk dilampirkan didalam proposal skripsiku. Alhasil, aku tidak melampirkannya saat ujian setelah berkonsultasi dengan kajurku. Dan demi menenangkanku, Kajurku berjanji akan hadir ketika ujian seminar proposal dan siap membantuku menghadapi para penguji yang sangat kritis itu. Akibat ketidaksiapanku dalam ujian seminar proposal, aku mendapatkan beberapa kritik yang membuatku harus banyak berbenah.
Setelah ujian sempro, keesokannya adalah hari pertamaku dan keempat teman laki-lakiku KKL (magang) di BAWASLU SUMSEL. Tahun 2019 adalah tahun politik dan tugas akhirku mengangkat judul tentang Politik Dinasti di Indonesia ditinjau dari Perspektif Hak Asasi Manusia Berdasarkan Putusan MK Nomor 33/PUU-XII/2015. Menurutku, isu politik dinasti memang harus dikaji secara hukum mengingat bahwa secara konsep kehidupan tata negara, Indonesia adalah negara yang berbentuk republik bukan berbentuk monarki (kerajaan).
Hari pertamaku di lokasi magang terbilang cukup kondusif dan tidak begitu banyak pekerjaan yang dibebankan pada kami selaku mahasiswa KKL disana. Kami justru mendapatkan ruangan khusus, fasilitas wifi, makan siang, dan juga memiliki musholah yang bagus sehingga memudahkan kami untuk beribadah dengan nyaman. Hanya saja terkadang kami jenuh dengan rutinitas yang begitu-begitu saja, tak jarang kami membuat agenda sendiri seperti bermain dan makan bersama.
Sebenarnya, KKL bukanlah perihal yang memberatkan perjuanganku untuk menulis skripsi. Hanya saja sebulan sebelum KKL, aku sempat mendaftarkan diri untuk mengikuti sebuah seleksi beasiswa yang diperuntukkan untuk para aktivis kampus yang berada di beberapa universitas di indonesia, termasuk kampusku, Universitas Sriwijaya.
Setelah melalui beberapa tahapan, akhirnya aku berhasil menjadi salah satu penerima manfaat beasiswa tersebut, yaitu Beasiswa Aktivis Nusantara (BAKTI NUSA) angkatan 9.
Setelah dinyatakan lulus seleksi, aku dan kelima penerima manfaat lainnya beserta manager wilayah diwajibkan untuk mengikuti agenda FLC (Future Leader Camp) di Semarang dan harus izin tidak mengikuti KKL selama 3 hari.
Selama mengikuti kegiatan FLC, aku merasakan sebuah pengalaman baru, mendapatkan ilmu dan jejaring nasional disana. Bertemu dengan orang-orang hebat sehingga memahami bahwa istilah “diatas langit pasti ada langit”. Aku menemukan banyak sekali aktivis kampus yang hebat dengan latar belakang aktivitasnya yang luar biasa. Aku senang bisa menjadi salah satu dari mereka, minimal aku belajar menjadi kecil disana. Aku bisa melihat bagaimana orang-orang hebat itu bersikap.
Kembalinya ke Palembang, aku merasa bahwa harus ada real action after training, jadi kuputuskan untuk menggarap kegiatan di desa bersama Komunitas Aktivis Rangkul Desa yang kami dirikan sejak tahun 2017.
Sebagai penerima manfaat beasiswa aktivis nusantara, ada banyak sekali kebermanfaatan yang harus ditebar saat itu, dan akupun mendapatkan beberapa amanah yang memang mengharuskan diriku terlibat untuk menghandlenya sehingga aku harus menghilang sejenak dari rutinitas bimbingan. Sejak sempro pada akhir bulan februari, aku tidak pernah melakukan bimbingan sampai KKLku berakhir pada tanggal 11 April 2019.
Selain karena rutinutasku yang cukup hectic, alasan lain kenapa aku menghilang dari rutinitas bimbingan karena dosen pembimbing satuku baru bisa ditemui dibulan April 2019.
Tidak ingin membuang kesempatan, aku melakukan bimbingan setelah menyelesaikan ujian KKLku. Saat bimbingan, aku merasa sangat bersyukur karena memiliki dosen pembimbing yang sangat cerdas, bisa kuajak untuk bertukar pikiran dan selalu memberikan masukan serta saran yang sangat membangun dalam penulisan tugas akhirku.
Hanya saja karena ia baru melahirkan, maka bimbingan tatap muka hanya sesekali saja. Sekali sebelum mengajukan permohonan pembimbing, sekali di bulan april, dan sekali di bulan juli, selebihnya kami habiskan dengan cara berbalas dokumen via email.
Meskipun begitu, aku juga sangat bersyukur dengan kehadiran dosen pembimbing keduaku yang justru selalu ada untukku, memprioritaskan diriku setiap jadwal bimbingan, memberikan arahan dan masukan, dan iapun yang senantiasa mengingatkanku saat menghilang dari rutinitas bimbingan selama dua bulan semenjak ujian sempro.
Bagiku, kedua dosen pembimbingku memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, sehingga tanpa sadar mereka saling melengkapi.
Tidak seperti kebanyakan mahasiswa lain yang terkendala karena referensi, buku, konsep berpikir dan lain-lain, kendalaku saat itu tidak mencakup ranah substansial skripsi melainkan kendala kesalahpahaman saja. Maka, yang harus aku tegaskan disini bahwa komunikasi itu penting dan akan menjadi solusi dari setiap permasalahan yang ada termasuk masalah skripsi.
Hal yang paling kusesali di tahun 2019 adalah ketidakmaksimalanku dalam menjalankan ibadah dibulan ramadhan, aku tidak sempat melakukan itikaf seperti biasanya, tidak juga mengikuti kegiatan ramdhan lainnya, aku hanya sibuk menuntaskan skripsiku. Dan aku berjanji bahwa tahun depan akan melunasinya.
Setelah lebaran, dosen pembimbing duaku mengacc hasil skripsiku. Sebenarnya aku sudah melakukan bimbingan sekitar sepuluh kali, hanya saja aku bebas melakukannya kapan. Dalam artian jika hari ini aku bimbingan, lalu malamnya aku melakukan revisi, maka keesokan harinya aku bisa melakukan bimbingan lagi. Dan aku sering melakukan hal itu mengingat bahwa terkadang aku memiliki agenda lain yang waktunya tidak menentu. Bahkan aku pernah mengcancel jadwal bimbinganku hanya karena terpaksa harus mengisi sebuah agenda. Untungnya dosenku sangat memaklumi.
Lain halnya dengan dosen pembimbing duaku yang bisa kuajak bimbingan setiap waktu jika aku siap, dosen pembimbing satuku justru baru membalas emailku setelah sebulan aku mengirimkan dokumen skripsiku via email. Dan dalam satu bulan itu, aku sebenarnya sudah melakukan sepuluh kali bimbingan dengan dosen keduaku hingga di acc. Lalu, karena kejujuranku, akupun menyampaikan beberapa poin yang tidak bisa kuterima sebagai bahan masukan kepada pembimbing satuku karena aku merasa bahwa bagian itu sudah dikoreksi oleh pembimbing kedua. Dan saat itulah perang dunia per-skripsi-anku dimulai. Dosen pembimbing satuku merasa tersinggung dengan sikapku yang dianggapnya “sok pintar” dan seolah tidak membutuhkan bimbingannya. Saat itu, aku sadar bahwa sikapku memang salah. Aku harusnya lebih bisa menghargai dosen pembimbingku dengan baik. Di hari kemarahannya itu, aku meminta maaf berulang kali, namun sia-sia, ia tidak meresponku sama sekali.
Aku merenung. Skripsiku itu sekitar 200 halaman, dan tidak mungkin aku merevisi sebanyak itu dalam satu malam, tapi ternyata aku bisa melakukannya, semalaman penuh tanpa tidur dan ditemani oleh kopi dan makanan ringan, aku berusaha menuntaskan semua revisi yang diharapkan oleh dosen pembimbing satuku sebaik mungkin. Pukul 03.45 WIB, aku mengirimkan berkas skripsiku via email dan setelahnya melakukan sholat tahajud meminta petunjuk dari Allah SWT.
Keesokan harinya, aku telah mengatur jadwal pertemuan dengan kajur dan dosen pembimbing keduaku. Aku menemui Kajurku terlebih dahulu untuk menyampaikan semua keluh kesahku, bahkan aku sampai tidak sanggup menahan tangis dihadapannya. Kajurku berusaha menenangkan dan memberikan solusi yang mana solusinya menganjurkanku untuk mengganti pembimbing satu dan kajurku bersedia menjadi pembimbing satuku. Namun, saat itu aku belum bisa mengiyakan tawarannya, aku harus berkomunikasi dengan pembimbing keduaku terlebih dahulu dan mengatakan kejadian yang sebenarnya, termasuk sikapku yang menolak beberapa poin koreksi dari pembimbing satuku karena aku menghargai proses bimbingan yang telah berlangsung selama sepuluh kali itu dan tidak ingin mengecewakan perasaan dosen pembimbing keduaku, intinya aku berusaha menjaga perasaan dosen pembimbing keduaku tapi tanpa sengaja justru melukai perasaan dosen pembimbing satuku.
Saat itu, situasinya sangat membingungkan, aku dibenturkan dengan masalah perasaan. Setelah menceritakan semuanya kepada dosen pembimbing keduaku, akhirnya beliau memberikan respon yang tidak kuduga. Dosen pembimbing keduaku justru tidak marah sama sekali, ia tidak keberatan jika aku mengikuti usul dan koreksi dari pembimbing satuku dan iapun langsung menandatangani seluruh berkas acc ujian komprehensif (sidang) yang akau ajukan.
Satu masalah selesai, aku sholat dzuhur dengan khusyuk, tidak lupa membaca al-qur'an pula, meminta petunjuk Allah SWT, karena hari itu adalah hari terakhir pendaftaran kompre di bulan juni. Tapi dihari itu, aku belum mendapatkan tandatangan dari pembimbing satuku. Setelah sholat dan makan siang, pukul 14.00 WIB, aku kembali menemui Kajurku, lalu ketika aku ingin mengiyakan tawarannya untuk mengganti pembimbing dan menjadikan ia sebagai pembimbing satuku, tiba-tiba handphoneku berbunyi menandakan pesan whatsapp masuk, ada pesan dari dosen pembimbing satuku, “Novia, saya sudah mengacc skripsi kamu, saya sudah kirimkan via gosend berkas yang harus saya tandatangani. Silahkan ambil dokumen kamu dan daftarlah compre hari ini”, melihat pesan tersebut, hatiku sangat senang dan merasa bahwa keajaiban itu ada dan Allah adalah sebaik-baiknya penolong. Aku menceritakan kabar bahagia tersebut kepada Kajurku, iapun ikut senang dan memberikan nasihat untuk masa depanku. Setelah itu, aku berpamitan, dokumenku sampai di kampus Palembang pada pukul 14.30 WIB, dan hari itu adalah hari terakhir pendaftaran untuk term juni 2019.
Aku berpikir logis, jika kupaksakan untuk mendaftar di hari itu, maka aku akan sangat kesulitan, karena harus menyusun berkasnya dan juga memperbanyak serta menjilidnya menjadi lima rangkap. Meskipun semua syarat sudah ditangan, aku harus menunda keinginanku untuk ujian kompre di bulan Juni 2019. Lalu, aku memilih sejenak untuk duduk dipelataran tangga FH Tower, merenung, sesekali tersenyum dan tertawa pilu menatap langit, lalu bersyukur dan membathin didalam hati bahwa “Manusia boleh saja merencakan, tapi Allah maha Penentu segalanya”.
Aku harus berbesar hati karena tidak bisa mengikuti ujian komprehensif di bulan Juni. Tapi tidak masalah, setidaknya aku bisa membantu sahabatku untuk menyelesaikan skripsinya selagi menunggu jadwal ujianku di bulan Juli 2019.
Di awal Juli, aku mendaftarkan diri untuk mengikuti ujian Kompre pada tanggal 10 Juli 2019. Aku melakukan persiapan dan belajar dengan baik kala itu. Aku teringat sebuah nasihat, bahwa yang menjadikan kita percaya diri bukanlah karena kecerdasan kita melainkan karena persiapan yang matang. Selama satu minggu belajar mendalami materi, berlatih presentasi dan berdoa tiada henti, tanggal 10 Juli 2019 pun tiba, aku berangkat pagi dari rumahku, menggunakan motor kesayanganku. Kali ini, aku tidak membawanya ke Indralaya, aku hanya memarkirkannya di kampus bukit, karena terlalu beresiko jika aku memaksa untuk membawa kendaraan sendiri. Aku akhirnya memilih mengantri transmusi, dan ketika menunggu keberangkatan, temanku tiba tiba menelpon dan mengajak untuk berangkat bersama dengan mobilnya, awalnya aku menolak karena khawatir akan timbul fitnah, namun ternyata disana juga ada teman cewekku yang ikut. Akhirnya akupun berangkat bersama mereka, aku memberikan sedikit tips dalam menghadapi ujian, yang terpenting, aku berhasil mengajak mereka sholat dhuha sebelum ujian. Aku senang sekali karena bisa mengajak teman-temanku dalam kebaikan.
Setelah sholat, kami kembali berkumpul di dekanat fakultas hukum untuk melakukan absensi dan pembagian ruangan ujian.
Aku menunggu kehadiran dosen pembimbing satuku yang telah berjanji untuk hadir pada hari itu. Aku bahagia sekali karena seluruh dosen pembimbingku berada di kampus saat aku resmi menyandang gelar sarjanaku.
Alhamdulillah, presentasiku berjalan dengan lancar dan tanpa kritikan apapun. Aku justru menuai pujian kala itu. Setidaknya, hal itu berbanding lurus dengan usahaku.
Setelah presentasi berakhir, para peserta ujian harus menunggu pengumuman kelulusan. Karena dihari itu jumlah mahasiswa kompre sangatlah banyak, maka presentasi baru selesai pada pukul 14.30 WIB, dan pengumumannya pukul 16.00 WIB.
Finally, aku bersama teman-temanku yang lain dinyatakan resmi menyandang gelar S.H., dibelakang nama kami.
Setelah resmi menyandang gelar sarjana, aku masih sibuk mengurusi berkas wisuda, sesekali mengurusi komunitas dan organisasi. Bahkan, pada tanggal 20 juli 2019, Aku mendapatkan tawaran dari dosen pembimbingku untuk menjadi notulen dalam kegiatan Forum Discussion MPR RI.
Lalu, pada tanggal 28 Juli 2019, Aku berangkat ke Bogor untuk mengikuti Agenda SLT (Strategi Leadership Training).
Pada Awal Bulan Agustus, aku kembali mengurusi berkas pendaftaran wisudaku, sesekali mengurusi agenda kampus, agenda beasiswa dan lain sebagainya.
Sometimes, I think productive is very fun.
Pada tanggal 19 Agustus, Kami melakukan gladi resih di auditorium, lalu keesokkan harinya agenda yudisium dan pada tanggal 21 Agustus 2019 resmi di wisuda.
Pada agenda yudisium, aku dinobatkan menjadi alumni dengan IPK tertinggi. Aku berhasil lulus dengan IPK 3,84. Dan memberikan sepatah dua kata diatas panggung. Jujur, itu moment yang sedikit mengagetkan, karena WR2 tibatiba memintaku untuk mengungkapkan rasa terimakasih kepada orangtuaku dihadapan para alumni dan tamu undangan.
Keesokanharinya, tanggal 21 Agustus 2019, tepatnya dalam agenda Wisuda 143, aku dan teman temanku resmi diwisuda dan meraih gelar sarjana muda.
"Menjadi sarjana memang bukanlah segala-galanya, namun segala-galanya bisa dimulai dari sarjana".
"Gelar sarjana memang tak menjaminmu menjadi kaya raya, tapi dengan menjadi sarjana, sedikit atau banyak kau akan tau bagaimana caranya tetap merakyat meskipun engkau dalam keadaan kaya raya sekalipun."
"Jadi wanita memang tidak harus sarjana, tapi dengan menjadi sarjana, seorang wanita dapat menciptakan sebuah peradaban, setidaknya dapat menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya"
In Memory:
Ujian Sempro (Seminar Proposal Skripsi) pada hari Kamis, 28 Februari 2019
Ujian Akhir Praktek KKL pada hari Kamis, 18 April 2019
Ujian Komprehensif (Sidang Skripsi) pada hari Rabu, 10 Juli 2019
Acara Yudisium FH 143 pada hari Selasa, 20 Agustus 2019
Acara Wisuda UNSRI 143 pada hari Rabu, 21 Agustus 2019
Komentar
Btw, tetap semangat untuk menulis!