Langsung ke konten utama

Pasca Kampus, Ngapain Aja Sih?



Kehidupan pasca kampus adalah real life, dimana semua ujian dan kondisi nyata yang sebenarnya akan terjadi pada masa ini. So, welcome to the real life!

Cepat atau lambat, euforia wisuda akan berakhir begitu saja. Mungkin seminggu, sehari atau bahkan sedetik setelah ijazah berada di genggaman. Lalu disambung dengan edisi berfoto ria dan dilanjutkan dengan nostalgia dilaman akun pribadi seolah menunjukkan bahwa dibelakang nama telah menyandang gelar sarjana.

Well, ritual wisuda memang begitu mengesankan bagi mereka yang memiliki cerita semasa jadi mahasiswa. Empat tahun bukanlah waktu yang singkat bagi mereka yang hanya berkarya sebatas pintu kelas dan pintu kostan. Tapi bagi mereka yang bergelimang kegiatan, empat tahun berasa empat detik seperti berkedip, namun dalam satu kedipan itu terdapat sejuta pengalaman yang tak terlupakan. 

Pengalaman itulah yang menjadi salah satu bekal terbaik untuk bertahan pada fase kehidupan pasca kampus. Fase ini adalah masa yang mau tidak mau akan dilewati oleh siapasaja, baik itu aktivis, mapres, ataupun mahasiswa biasa pada masanya setelah resmi diwisuda. Yang berbeda hanyalah bagaimana cara mereka melewati kehidupan pasca kampus.
Apakah langsung bekerja?
Apakah langsung menikah?
Apakah langsung lanjut S2?
Apakah langsung travelling ke seluruh penjuru dunia?
Atau justru hanya berdiam diri, merenung, lalu bertanya, apa tujuan hidup yang sebenarnya?

Well, semuanya baik. Yang perlu diingat adalah jangan pernah menggantungkan hidup kita pada standar hidup orang lain. Kita tentu memiliki pilihan dan setiap pilihan itu harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing. 

Kehidupan pasca kampus memang menuntut kita untuk berpikir lebih kritis dan bergerak lebih progressif, namun terkadang justru menjebak kita pada fase quarter life crisis.

Quarter Life Crisis merupakan fase dimana seseorang mengalami krisis emosional, yang melibatkan perasaan kesedihan, terisolasi, ketidakcukupan, keraguan terhadap diri, kecemasan, tak termotivasi, kebingungan serta ketakutan terhadap kegagalan. 
Misalnya, Gagal mewujudkan cita-cita sesuai target yang ditentukan.
Gagal menikah dengan orang yang dicintai karena ditinggal pergi.
Gagal melanjutkan S2 karena tidak approval  beasiswa.
Gagal travelling karena tidak punya biaya.
Atau gagal dalam menentukan tujuan hidup yang sebenarnya?

Well, semua bentuk kegagalan itu mungkin saja terjadi tapi semuanya masih bisa diatasi.

1. Cita-cita itu bukan ukuran mati seseorang untuk melanjutkan hidup. Maka, sebaiknya cita-cita tidak hanya sebatas profesi yang bisa diukur, tapi harus lebih besar dari itu, seperti cita-cita menjadi penghafal Al-Qur’an pasca kampus, atau cita-cita mendirikan rumah belajar untuk kaum dhuafa dan lain sebagainya. Jika cita-citamu terlalu tinggi, itu bagus namun jika cita-citamu tidak tercapai, jangan pernah mengubah cita-citamu, tapi perbaikilah caramu dalam menggapai cita-cita itu.

2. Menikah dengan orang yang kita cintai adalah hal yang membahagiakan. Tapi bukankah mencintai orang yang menikahi kita adalah kewajiban? 
So, kita tidak perlu terlalu mengejar cinta yang ingin pergi, tidak perlu menunggu cinta yang enggan bertamu,  dan tidak perlu merasa khawatir dengan jodoh yang telah Allah takdirkan.
Sebagaimana dalam tafsir Qur’an Surah An-Nur (24):26, yang menyatakan “bahwa seseorang yang baik perbuatan dan perkataannya akan mendapatkan pasangan yang baik pula, dan sebaliknya, seseorang yang keji akan mendapatkan pasangan yang keji pula”.
Maka tugas kita saat ini, bukanlah menentukan melainkan memantaskan diri agar mendapatkan jodoh yang Allah ridhoi.
Soal cinta, itumah bisa dibangun.

3. Melanjutkan studi S2? Siapa sih yang tidak mau punya pendidikan tinggi? I thought everyone hoped to further education. Tapi, S2 juga bukan ukuran mati seseorang untuk melanjutkan hidup ya kan? Intinya gini, tidak perlu buru-buru tapi jika ada kesempatan langsung pasca kampus ya jangan ditunda. Dan yang perlu diingat adalah keinginan untuk S2 harus berbanding lurus dengan ikhtiar yang dilakukan. Bagi mereka yang memang ingin S2, dengan atau tanpa beasiswa, mereka akan tetap melanjutkan S2, bahkan sampai strata tertinggi sekalipun. Maka tugas kita saat ini, bukanlah berharap pada beasiswa melainkan berharap pada Allah agar dapat melanjutkan studi baik dengan ataupun tanpa beasiswa. Bukankah Allah maha kaya, lantas kenapa ragu dengan istilah biaya?

4. Setelah penat menuntaskan studi di bangku perkuliahan, travelling memang adalah pilihan yang sangat menyenangkan. Beberapa dari kita mungkin membuat target travelling pasca kampus, tapi beberapa dari kita justru terkendala biaya. Tak punya uang meski sekedar berniat backpackeran menjelajah dunia. Tenang! Travelling juga tak harus langsung pasca kampus. Bisa nanti-nati kok. Bisa ketika approved scholarship, bisa ketika telah punya pasangan, bisa ketika telah menggapai cita-cita. Nothing is impossible, selama kita masih sehat. 

Sebenarnya semua hal-hal yang ditakutkan pada fase quarter life crisis, semuanya bisa diatasi dengan penyikapan yang bijak dan tenang. Semua orientasi pada dunia sejatinya berpacu pada waktu. 

Intinya belajarlah menjadi kepompong, seperti yang ditulis oleh Ust. Salim A.Fillah dalam karyanya yang berjudul “Dalam Dekapan Ukhuwah”, yang berbunyi: “Alangkah syahdu menjadi kepompong, bekarya dalam diam, bertahan dalam kesempitan. Tetapi bila waktu untuk jadi kupu-kupu, tak ada pilihan selain terbang menari; melantunkan kebaikan diantara bunga, menebar keindahan pada dunia”

Nah, selagi menjadi kepompong, apa aja sih yang bisa kita lakukan?
Sebenernya banyak banget yang bisa kita lakukan selama orientasi kita bukan sebatas uang, melainkan aktualisasi diri dan pengabdian.

Well, aku mau sedikit cerita tentang pengalaman pasca kampusku, dan aku ngapain aja sih.
Mungkin beberapa orang bertanya-tanya, Novia sekarang sibuk apa ya? Sekarang dia udah kerja belum ya? Apa dia sekarang udah mau nikah? Atau dia lagi lanjut studi ya?
Dan pertanyaan itu semua akan aku jawab disini (di laman pribadiku).

Meskipun aku selalu ingat pesan Ali bin Abi Thalib yang mengatakan bahwa “tidak perlu menjelaskan dirimu kepada siapapun karena yang menyukaimu tidak butuh itu dan yang membencimu tidak akan percaya itu” Tapi, tulisan ini pure Aku buat untuk mengingatkanku dikala Aku tua renta dan lupa bagaimana Aku menjalani proses kehidupan pasca kampusku.

So, Pasca Kampus, Ngapain Aja Sih?

1. Magang/Kerja di Posbakumadin Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palembang
Setelah resmi diwisuda pada tanggal 21 Agustus 2019. Tanggal 22 Agustus 2019 adalah hari pertamaku masuk kantor dan melakukan interview formalitas.  Saat itu, aku belum mendapatkan transkrip nilai dan juga tidak menyiapkan lamaran khusus karena magang/kerja disana juga merupakan tawaran dari kakak tingkatku di organisasi fakultas. Setelah interview dengan atasan, aku langsung bekerja dihari itu juga, hari dimana atasan dan partner kerjaku harus mengikuti sidang peradilan. Ketika aku menjaga ruangan, tiba-tiba ada client yang datang, untungnya aku lumayan bisa menghadapi mereka dan dengan jawaban diplomatis layaknya seorang professional, aku mengatakan bahwa “baik pak, kasus bapak akan saya pelajari dan nanti jika ada perkembangan, saya akan hubungi bapak”,  setelah hari itu, aku mulai sedikit demi sedikit belajar tentang kasus-kasus perizinan beserta regulasi yang mengaturnya. Saat itu, aku hanya bekerja di hari Selasa dan hari Kamis, pukul 08.30-12.30 WIB. Dan pekerjaan itu tidak terlalu menyita waktuku meskipun selama aku bekerja disana selalu ada client. Walaupun begitu, aku masih bisa melakukan berbagai aktivitas lainnya dan main dikampus bersama sahabatku.

Lagipula menjadi konsultan hukum adalah pekerjaan yang sangat mulia meskipun gajinya tidak seberapa. Tapi aku selalu mengingat pesan dari tentorku yaitu “Ketika masih muda, jangan mudah mengukur segalanya dengan uang. Jadikanlah setiap pengalaman sebagai bayaran yang tak ternilai harganya”. Oleh karena itu, kuputuskan untuk tetap bekerja disana selama kurang lebih dua bulan sebelum aku mendapatkan program beasiswa untuk belajar bahasa inggris di Kampung Inggris, Pare, Kediri, Jawa Timur.

2. Menjadi Muttarobi sekaligus menjadi Murobbi
Sejak tahun 2015, aku memutuskan untuk mengikuti kegiatan mentoring di kampus. Pada tahun 2018, aku memutuskan untuk serius mengikuti halaqoh, menjadi muttarobi sekaligus menjadi murobbi. Menjadi murobbi bukanlah perihal mudah, aku belajar berdakwah darisini. Murobbiku menyuruhku menjadi murobbi, padahal sudah kujelaskan bahwa selama ini aku tidak mengikuti dengan rutin kegiatan mentoring sehingga banyak sekali materi yang belum kupahami. Tapi, murobbiku tak henti-hentinya memberiku amanah dan menyuruhku menjadi murobbi dari adik-adik akhwat (mad’u) tingkat 1 dan 2 di kampusku. Akhirnya, hatiku terketuk juga. Beberapa buku tarbiyah, sirah dan fiqh kubeli dalam waktu yang bersamaan dan itu artinya tabunganku harus terkuras. Aku sebenarnya menyesal kenapa tidak dari dulu saja giat mengaji lalu membeli buku secara bertahap. Tapi sudahlah, nasi sudah menjadi bubur, hidayahNya datang di tahun keempatku di kampus. Aku harus belajar lebih giat untuk menjadi murobbi yang baik dan berguna sebagaimana yang diamanatkan dalam Q.S. Al-Anbiya:107, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.  Namun, pada bulan Oktober 2019, Aku harus meninggalkan semua amanah dan kelompok binaanku untuk mengikuti program beasiswa belajar bahasa inggris di Pare.

3. Mengikuti Kelas Tahsin
Salah satu targetku setelah wisuda adalah memperbaiki bacaan Al-Qur’anku, maka kuputuskan untuk mengikuti kelas tahsin di PPPA Daarul Quran Palembang  dan Guru Tahsinku adalah sahabatku sendiri. Sayangnya setelah dua bulan mengikuti kelas, aku harus berangkat ke Pare. Jadi, belajarku juga tidak tuntas dan aku tidak mengikuti ujian kelulusan kelas tahsin periode itu. 

4. Mengikuti Activist Development Program (ADP)
ADP adalah salah satu program beasiswa belajar bahasa inggris di Pare dari BAKTI NUSA (Beasiswa Aktivis Nusantara) yang kuperoleh diawal tahun 2019. Saat itu, aku mengambil kelas TOEFL Preparation selama satu setengah bulan dengan target score yang sangat tinggi.
Memang tampak menyenangkan bukan? Tapi sebenarnya fase quarter life crisisku terjadi disini, bahkan aku sempat mengalami anxety disorder dan cenderung introvert. Sehingga memang sesekali membutuhkan refreshing.
Next, bakal kuceritakan edisi khusus tentang pengalamanku di Pare ya.

5. Jadi Jobseeker dan Penggiat Sosial
Setelah pulang dari Pare, aku harus mengikuti Final test di Palembang dan hasilnya Aku harus puas dengan hasilku meskipun tidak mencapai target maksimum. But, I believe I’ve tried best of me. Setelah mengikuti test di akhir bulan November 2019, aku kembali menjalankan rutinitas kehidupanku (kusebut sebagai: fase recovery) yang diawali dengan coaching activist, halaqoh, kumpul komunitas dan menjalankan program pengabdian, ikut kajian/training dan ngobrol bareng sahabat. Sebagai seorang ekstrovert, bertemu dengan orang-orang adalah sebuah kontemplasi. 
Setelah kondisiku membaik, di pertengahan Desember, Aku akhirnya mencoba membuat CV kerja, mengikuti JOB FAIR, dan akhirnya dipanggil interview di beberapa perusahaan asing dan perusahaan lokal, hanya saja karena harus kontrak 1 atau 2 tahun, maka kesempatan untuk bekerja kulepaskan karena Ibuku sangat ingin aku menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Oleh karena itu, demi mengisi kekosongan, aku akhirnya memilih untuk menjadi penggiat sosial, mengurusi komunitas yang kami bangun, mengisi beberapa agenda kajian/pelatihan, mengurusi gerakan sosial, menginsiasi agenda-agenda kemanusiaan, dan sesekali menjadi volunteer beberapa kegiatan lokal dan nasional.

6. Test CPNS periode 2019 di tahun 2020
Di akhir januari, tepat tiga hari setelah aku menginisiasi agenda konser amal di kampus, aku akhirnya mengikuti test CPNS di sebuah instansi pemerintahan yang memang ranah kerjanya menjadi konsentrasiku selama ini. Berkaitan dengan hukum, politik dan juga HAM. Pada tanggal 30 Januari 2020, aku mengikuti test SKD di BKN Jakabaring Palembang dan alhamdulillah bisa lolos dan melanjutkan ke tahap berikutnya, hanya saja test SKB  harus ditunda sampai wabah covid-19 berakhir. Bagaimanapun hasil akhirnya nanti, Aku selalu ingat pesan Umar Bin Khattab, yang mengatakan bahwa “Hatiku tenang karena mengetahui bahwa apa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku, dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah melewatkanku”. 

7. Mengurusi Komunitas Aktivis Rangkul Desa (ARD)
Dari awal, aku dan teman-teman menyadari bahwa membangun sebuah komunitas bukanlah suatu hal yang mudah. Bahkan menjadi baik saja tidaklah cukup, kita harus punya komitmen. Dan komitmen itulah yang aku jaga sampai detik ini. Bagiku, ARD merupakan karya yang berawal dari sebuah gagasan ketika kami masih menyandang status mahasiswa dan kami sadar bahwa butuh proses untuk menjadikannya besar, sebesar mimpi kami yaitu merangkul desa, merajut asa. 
Boleh banget yang mau follow atau review kegiatan komunitas kami di https://instagram.com/ard_rangkuldesa dan saat ini kami sedang melakukan pengembangan program dan pembinaan internal.

8. Menjadi Volunteer Kegiatan
Ya, Volunteer is me. Sejak masih menjadi mahasiswa, aku memang suka mengikuti kegiatan volunteery baik berbasis sosial, pendidikan, budaya, maupun keagamaan. Menurutku, menjadi relawan adalah hal yang menyenangkan meskipun tanpa dibayar. Aku mendapatkan banyak sekali pengalaman, wawasan, relasi dan jejaring yang sangat berharga. Lagipula, sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain dan relawan adalah salah satu wujud manusia baik itu. 

9. Menjadi Tutor Rumah Belajar
Jadi selama aku magang/kerja di pengadilan, aku juga membuka rumah belajar dirumahku dan anak-anak yang belajar adalah anak-anak SD yang tinggal di daerah rumahku, metode belajar yang aku tawarkan adalah belajar sambil bermain sehingga mereka bisa belajar dengan senang. Biasanya kegiatan belajar mengajar mulai pukul 19.30-21.30 WIB. Namun rumah belajar harus kututup selama aku pergi ke Pare dan setelah aku pulang, aku merasa tidak ingin lagi mengajar karena aku harus banyak belajar sebelum akhirnya nanti aku benar-benar mendirikan sebuah rumah belajar untuk kaum dhuafa. Bismillah, semoga salah satu mimpi besarku ini bisa terwujud. Aamiin.

10. Mengikuti Kompetisi
Sebetulnya pasca kampus, aku tidak berniat untuk mengikuti kompetisi apapun karena bukan lagi masanya untuk berkompetisi. Namun, dikarenakan ada kesempatan dan aku berniat untuk memperkenalkan komunitas yang kami bangun, maka akupun mengikuti KMA 2020 dan menjadi salah satu finalis terpilih. Dengan mengikuti kompetisi, aku belajar tentang bagaimana bersaing dengan mengutamakan kekeluargaan didalamnya. 

11. Mengikuti dan Mengisi Kajian/Training, baik Online maupun Offline
Kehidupan pasca kampus membuatku harus banyak belajar melalui kajian dan training, baik online maupun offline karena selain menambah ilmu pengetahuan dan juga mengaktualisasi kemampuan diri, mengikuti kajian tentunya membuatku dapat berkumpul dengan orang-orang yang satu frekuensi. Setelah menuntut ilmu dengan mengikuti berbagai kajian/training, kita juga memiliki kewajiban untuk menyalurkan ilmu itu kepada orang lain sebagai wasilah dakwah dan sebagai upaya berbagi ilmu dalam kebaikan melalui kajian kemuslimahan ataupun melalui agenda dakwah seperti mobile qur’an ataupun kegiatan komunitas/organisasi yang tujuannya untuk memotivasi dan berbagi.

12. Mencoba membuat bisnis start-up
Sejak di kampus, Aku sudah pernah beberapa kali mencoba berbisnis, mulai dari jualan makanan ringan, jual aneka hijab dan pernak-pernik keakhwatan lainnya. Lalu pasca kampus, aku benar-benar berpikir untuk membuat bisnis start-up dengan platform yang jelas. Saat ini, aku bersama salah satu temanku sedang menggarap bisnis, hanya saja belum begitu aktif, boleh di review di https://instagram.com/thingfinity_ karena kami ingin berdagang sekaligus berdakwah sebagaimana Rasulullah ajarkan. Namun sayangnya barusaja running, bisnis ini harus off karena situasi dan kondisi pandemi. So, selama Pandemi sebenernya aku udah pernah nyobain berbagai jenis usaha, mulai dari jualan donat, jadi reseller produk madu, jualan produk sabun nuamoorea dan banyak banget produk yang kujual. Sampe akhirnya aku memutuskan untuk bekerja selama satu bulan lalu setelahnya memilih resign dan mencoba untuk menseriusi bisnis jasa bimbingan belajar, bisa direview aktivitasnya di https://instagram.com/rumahbelajarhandayani dan kini kamipun membuka RBH Store yang menjual aneka makanan ringan dan ATK.

13. Melakukan Apasaja yang Menyenangkan
Pasca Kampus adalah moment yang tepat bagiku untuk melakukan hobi-hobiku, mulai dari baca buku, menulis, menonton film, berdiskusi, mendengarkan musik, travelling, berkumpul dengan sahabat, menggarap project sosial dan belajar. Mulai dari belajar bahasa inggris, microsoft office, corel draw, dan belajar hal-hal baru yang belum pernah kulakukan sebelumnya. Intinya, belajar adalah proses yang harus dilakukan seumur hidup, seperti belajar menjadi seorang akhwat yang sholeha, menjadi istri yang baik dan menjadi ibu yang hebat. Semuanya dapat dipelajari melalui hobi.
Selain itu, lakukanlah apa saja yang membuatmu senang dan membuat orang lain bahagia, seperti mengikuti diskusi hukum dan psikologi, menjadi panitia walimahan, menjadi panitia kegiatan, mengurusi gerakan sosial, ataupun sekedar menjalin silaturahmi dan tentunya beribadah sebaik mungkin.

Nah, semoga tulisan “Pasca Kampus, Ngapain Ajasih?” bisa jadi rujukan buat kamu yang masih bingung mau ngapain aja sih pasca kampus. Emang sih, gak semua aktivitas kutulis detail disini, namun secara garis besar, udah cukup mewakili sih apa aja yang udah aku lalui selama fase kehidupan pasca kampus. 

Well, semuanya masih baik-baik saja sampai hari ini. Sekarang aku masih belum mau bekerja yang sifatnya kontrak dan terikat, aku juga belum menikah tapi InsyaAllah akan segera menikah jika sudah ada jodohnya, dan studi S2/PKPA merupakan plan B if plan A didn’t work. 

Mungkin sekian cerita tentang akunya, Insyaallah selama ramadhan ini aku bakal ngereview buku keakhwatan dan juga cerita-cerita seputar ramadhan yang bisa diambil hikmahnya.

Komentar

Aisyah Lian Sari mengatakan…
Mba via ini bahasa kerennya berdaya sekali. Tetap produktif dan bermanfaat meski masa kampus sudah selesai. Jujur aja, kehidupan pasca kampus ini bikin Aku takut mba. Orang-orang yang menjadikan "uang" sebagai standar kenormalan. Kalau belum kerja, walaupun aktif a b c d e tetap dianggap "pengangguran" padahal hidup bukan cuma tentang nyari makan doang.

Terimakasih mba via sudah berbagi pengalaman yang mendewasakan ini.
Lisya asmiati mengatakan…
Masha allah. Mbak novi sangat menginspirasi sekali lo kisah dan pengalamannya mbak novi, serta bisa menjadi motivasi untuk kedepannya terimakasih mbak novi,,
Kangg Mas Joe mengatakan…
Waaah ada fotoku di sana wkwkwk
Kuskus Pintar mengatakan…
"Jangan pernah menggantungkan hidup kita pada standar hidup orang lain" Sukakk sama kata-kata yang ini. Yup betul, karena standar hidup tiap orang itu beda. Tulisannya bagus banget mbak, pada diem gak nih yang sering nanya-nanya "Kamu abis kuliah mau ngapain ?" Dan pertanyaan lainnya hehe
Lala mengatakan…
Terimakasih sudah menukiskannya mbak novi... selalu menginspirasi ya...
Ditunggu tulisan tulisan selanjutnya
seprach mengatakan…
wagelaseh, tulisan ini bener bener mantul mantep betul. Setelah baca ini aku jadi termenung karena kagum dan karena bingung mikirin masa depan. apa namanya quarter life crisis ya? mulai kerasa di semester akhir ini, di ujung2 lamunan pasti gumamnya "7 semester ngapain aja sih".
Walaupun aku ini orang nya let it flow, tpi klo uda mikirin masa depan ya bisa pusing migrain melanda, minum oskadon sp.

Postingan populer dari blog ini

2019 : Perjuangan Raih Gelar Sarjana!

Setelah berhasil melalui ujian kehidupan sepanjang akhir tahun 2017 hingga pertengahan tahun 2018, Akupun kembali mengurus semua urusanku sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Akupun kembali mendaftarkan diri sebagai Mahasiswi aktif semester 7 di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. Saat melakukan pendaftaran ulang, aku hanya bisa mengambil mata kuliah PLKH (Pendidikan Latihan Kemahiran Hukum) yang terdiri dari 10 sks. Hal ini dikarenakan pada semester 6, aku telah mengambil matakuliah dengan bobot sebanyak 136 sks. Berdasarkan ketentuan kurikulum Fakultas, setiap mahasiswa harus memenuhi syarat studi 152 sks untuk lulus, sementara diriku sudah melampaui bahkan lebih 2 sks apabila 136 sks+ 10 sks PLKH + 4 sks KKL + 4 sks Srkripsi, maka totalnya menjadi 154 sks.  Pada semester 7, rutinitasku lebih teratur dan tidak semua kesempatan kuambil saat itu . Aku belajar menjalani hidup dengan lebih hati-hati. Selain PLKH, akupun menyempatkan diri untuk mengikuti kelas TOEFL Pre...

Episode Penting Yang Tak pernah Kurencanakan

Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam, hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, tahun berganti tahun merangkai satuan waktu yang membentuk episode baru. Jika sebelumnya ada banyak episode yang kurencanakan, maka kali ini aku menemukan Episode Penting Yang Tak Pernah Kurencanakan. Saking pentingnya, episode inilah yang mampu menghantarkanku pada cita-cita dan tujuanku di dunia yang serba sementara ini dan di akhirat yang sangat kekal, InsyaAllah. Episode itu adalah Dodo. (Februari 2020) Nama yang tidak pernah kalian dengar setiap aku menceritakan kisah asmaraku. Namun nama ini tidak pernah absen ketika aku menceritakan kisah persahabatanku. Bukankah Narasi yang kubangun tentang Dodo teramat baik? Bukankah kubilang bahwa Dodo adalah orang pertama yang kutemui dan kumintai pertolongan setibanya di tanah Jawa saat hendak melanjutkan studi strata-2 di kota kembang itu? Bukankah aku bilang bahwa persahabatanku dan Dodo sudah pada level sebasengan. Yang art...

Spesialnya Bulan Romadhon : Nikmat Beribadah Bersama Keluarga

Bulan Romadhon adalah salah satu nama bulan dalam perkalenderan hijriah. Jadi, aku akan menjelaskan terlebih dahulu terkait perkalenderan hijriah dan perkalenderan masehi. 📌Pada perkalenderan hijriah tahun ini adalah yang ke 1441 H. Sedangkan perkalenderan masehi, tahun ini adalah yang ke 2020. Maka, jika dihitung selisihnya adalah sekitar = 2020-1441= 579 tahun. Mari kita baca penjelasannya. Kalender Masehi disebut juga sebagai kalender matahari atau kalender syamsiah. Perhitungan hari berdasarkan kalender matahari ini ditetapkan dan mulai diberlakukan oleh penguasa kerajaan Romawi pada tahun 47 bernama Julius Caesar. Kalender masehi dihitung berdasarkan peredaran bumi mengelilingi matahari. Satu tahun dalam kalender masehi adalah lamanya bumi mengelilingi matahari, yaitu 365 hari 5 jam, 48 menit, 44 detik atau setara dengan 365 ¼ hari. Oleh karena itu setiap 4 tahun sekali dalam satu tahun ada 366 hari dan disebut sebagai tahun kabisat, yang berbeda hanyalah pada bulan ...