Langsung ke konten utama

Siapkah Kita untuk Menikah?


Dalam islam, hukum pernikahan dapat digolongkan dalam lima kategori yaitu wajib, sunnah, makruh, mubah dan haram. Hal ini tergantung dengan kondisi dan kesiapan masing-masing. Maka pertanyaan "Siapkah Kita untuk Menikah?" sangat berkorelasi dengan hukum pernikahan yang akan dijalani.

Macam-macam hukum pernikahan dalam islam:
1. Hukum menikah menjadi wajib apabila seseorang telah mampu, baik secara fisik maupun finansial. Sedangkan bila ia tidak segera menikah dikhawatirkan berbuat zina.
2. Dasar hukum menikah menjadi sunnah apabila seseorang menginginkan sekali punya anak dan tak mampu mengendalikan diri dari berbuat zina namun belum memiliki kesiapan fisik dan finansial.
3. Hukum nikah menjadi makruh apabila seseorang ingin menikah tetapi tidak berniat memiliki anak, juga ia sebetulnya masih mampu menahan diri dari berbuat zina. Padahal apabila ia menikah ibadah sunnahnya akan terlantar.
4. Seseorang yang hendak menikah tetapi mampu menahan diri dari berbuat zina, maka hukum nikahnya adalah mubah. Sementara ia belum berniat memiliki anak dan seandainya ia menikah ibadah sunnahnya tidak sampai terlantar. 
5. Hukum menikah menjadi haram apabila ia menikah justru akan merugikan pasangannya, karena ia tidak mampu memberi nafkah lahir dan bathin. Atau, jika menikah, ia akan mencari mata pencaharian yang diharamkan oleh Allah padahal sebenarnya ia sudah berniat menikah dan mampu menahan nafsu dari zina. 

Perihal menikah adalah salah satu dari 5 hal yang boleh tergesa-gesa, apasaja hal-hal itu? diantaranya adalah :
1. Menyajikan makanan ketika ada tamu
2. Mengurus mayit ketika ia mati
3. Menikahkan seorang gadis jika sudah bertemu jodohnya
4. Melunasi utang ketika sudah jatuh tempo
5. Segera bertaubat jika berbuat dosa

Pada dasarnya tidak ada parameter baku tentang kapan seorang gadis siap menikah? Bukankah setiap perempuan ada masanya. Ada yang menikah di usia 16 tahun, adapula yang menikah di usia 20, usia 23, usia 25, usia 30, pun ada pula yang di usia 40 keatas tetap memilih sendiri. Menikah atau tidak bagi seorang perempuan sebetulnya tidak menjadi sebuah keharusan. Karena sifatnya adalah "menunggu". Namun, sebagai manusia yang berpikir, perempuan juga diwajibkan untuk berikhtiar. Ikhtiar disini bukan berarti kita yang melamar sang ikhwan ya. Meskipun sah sah saja jika memang ingin demikian. Namun, sebagai insan yang dikaruniai rasa malu sebagai bagian dari keimanan, sebaiknya perempuan memang menunggu saja sampai ada jodoh yang menjemputnya.

Namun dengan catatan senantiasa memperbaiki diri, memperbanyak amalan shaleh, memperbaiki ibadah, menjalin hubungan baik dengan orang tua dan keluarga. Intinya jika memang sudah siap menikah, harus menjadi pribadi yang lebih tenang; dewasa dan tentunya sudah selesai dengan diri sendiri.

Ngomongin soal nikah, Aku pribadi sebenernya gak punya gambaran tentang wedding party. Karena seperti yang aku pelajari dari Hukum Perkawinan, dimana diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Sebagai umat muslim, maka syarat pernikahan kita merujuk pada KHI yakni:

RUKUN DAN SYARAT PERKAWINAN 
Bagian Kesatu 
Rukun 
Pasal 14 
Untuk melaksanakan perkawinan harus ada : 
a. Calon Suami; 
b. Calon Isteri; 
c. Wali nikah; 
d. Dua orang saksi dan; 
e. Ijab dan Kabul

Nah, 5 poin diatas adalah rukun sah nikah. Sebetulnya menikah dalam nuansa islam sangat sederhana, cepat dan murah (seperti prinsip pengadilan wkwk). Hanya saja tradisi dan budaya masyarakatlah yang membuat pernikahan terasa runyam, lama dan sangat mahal. Aku pribadi, lebih menyukai pernikahan dengan konsep intimate wedding, minimalist, sederhana, sakral dan penuh berkah. Kemeriahan dan kemewahan itu dunio galo wkwk.

Well, Aku juga sedang diposisi bertanya-tanya "Apakah diriku benar-benar siap menikah?" Karena kau tau, menikah tak sebercanda itu kan? Ada banyak hal yang harus dipersiapkan. Meski demikian, aku pribadi lebih memikirkan kehidupan pasca pernikahan itu sendiri. Tentang apakah pasanganku siap menerimaku secara utuh dan sebaliknya? Tentang apakah aku sudah bisa memposisikan diri sebagai istri; ibu; dan anak mantu dari ibunya. Sebetulnya jika dijalani, menikah tidak serunyam itu; namun juga tidak sesederhana itu. Sebagaimana yang kita tau bahwa menikah adalah ibadah terpanjang dan seumur hidup. Ya kalo bisa sekali seumur hidup, kenapa enggak kan?
Bismillah aja ya. Saling mendoakan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku dan Riwayat Penyakitku

Sebagai  manusia biasa, ada kalanya kita terkena penyakit ataupun musibah yang menyerang daya tubuh. Begitupula dengan diriku, sejak usia balita aku pernah mengalami penyakit step. Step adalah kejang demam yang juga berpotensi menyebabkan kematian jika tidak ditangani dengan benar. (Aku menganggap peristiwa ini adalah sebuah karunia dari Allah SWT, pasalnya aku berhasil melewati masa kritis pertamaku).  Setelah kejadian itu, aku jarang sekali sakit. Aku bahkan tumbuh menjadi anak yang sehat dengan postur tubuh yang gemuk gempal dan menggemaskan.  Namun, ketika kelas 3 SD, aku kembali mengalami step. Penyakit itu ternyata muncul lagi. Nyaris 1 bulan aku libur sekolah. Aku yang sulit sekali mengkonsumsi obat, harus menggunakan pisang sebagai penawarnya. Pisang putri adalah favoritku dan jika ibu tidak membelikannya maka aku menolak untuk makan obat. Aku memang sangat keras kepala. Aku bahkan rela mati jika tidak ada pisang (saat itu). Jika diingat-ingat betapa konyolnya diriku. Setelah i

Menikah! (Episode Baru Tiap Hari)

Gak nyangka menikah itu seluar biasa iniiii~ Yuk simak ceritaku.. Well, aku baru banget nikah sama Mamas itu 5 Februari 2023, kalo dihitung-hitung yaa belum ada sebulan. Tapi percaya atau enggak, menikah itu memuat episode baru tiap hari. Kenapa aku bilang begitu? Yaa karena tiap hari aku menemukan hal-hal baru yang belum pernah kutemui sebelumnya. 1. Menetap di tanah Rantau Sebagai orang yang lahir dan berkembang di Pulau Sumatera, jauh dari rumah adalah sebuah tantangan tersendiri bagi kami. Novi dan Mamas tentunya sangat nyaman tinggal di Palembang. Selain dekat dengan orangtua, kami punya circle dan jejaring yang baik di kota pempek itu. Terlebih kami berdua memang suka sekali makan makanan palembang seperti pempek, kemplang, tekwan, model, dan sebagainya yang tidak kami temui di tanah rantau. Maksudnya, kualitas makanan dan harganya yang tidak sama hehehe. Tidak hanya tentang makanan, menetap di tanah rantau adalah pilihan yang terbilang tidak m

Bandung's Life

14 Agustus 2022 adalah hari dimana aku meninggalkan kota Palembang. Kota yang dipenuhi oleh orang-orang terkasih. Kepergiaanku kali ini memang akan cukup lama karena tujuannya untuk melanjutkan studi di Kota Bandung, tepatnya di Magister Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran. Tepat pukul 09.00 WIB, Ibu dan kakak perempuanku mengantarkanku ke Bandara.  Ayah memang sengaja tidak ikut karena kondisi kesehatannya saat itu tidak terlalu baik. Lagipula ini bukan kepergianku yang pertama.  Namun takbisa kupungkiri bahwa ini adalah kepergianku yang terlama. Jika selama ini aku hanya pergi paling lama selama 40 hari, namun kali ini sepertinya aku akan menghabiskan ratusan hari di tanah rantau. Setibanya di Jakarta, aku sempat bertemu Dodo, teman sepermainanku pasca kampus. Dodo yang bekerja di daerah Tanggerang menyempatkan diri untuk bertemu denganku di Bandara Soetta. Kami menghabiskan waktu bersama hanya untuk sekedar sholat, makan dan mengobrol. Dodo juga me